Minggu, 01 September 2013

Rehat

Posted by Ardi Mytra, ST On Minggu, September 01, 2013 No comments

Jangan bersedih, karena Anda telah melalui kesedihan itu kemarin dan ia tidak memberi manfaat apapun. Ketika anak Anda gagal dalam ujian dan Anda bersedih karenanya, apakah kemudian anak Anda lulus karena kesedihan itu? Saat bapak Anda meninggal dan Anda bersedih, apakah ia akan hidup kembali? Manakala Anda merugi dalam suatu bisnis dan kemudian Anda bersedih, apakah kemudian kerugian itu berubah menjadi keuntungan?

Jangan bersedih, sebab bila Anda bersedih gara-gara satu musibah, maka musibah yang satu itu akan menjadi berlipat ganda. Ketika Anda bersedih karena kemiskinan atau kesengsaraan yang Anda alami, bukankah kesedihan itu hanya menambah kesusahan Anda saja? Saat Anda bersedih karena cercaan musuh-musuh Anda, pastilah kesedihan itu hanya akan menguntungkan dan menambah semangat mereka  untuk menyerang Anda. Atau, ketika Anda mencemaskan terjadinya sesuatu yang tidak Anda sukai, ia akan mudah terjadi pada Anda.

Jangan bersedih, karena kesedihan itu akan membuat rumah yang luas, isteri yang cantik, harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, dan anak-anak yang cerdas tidak ada gunanya sedikit pun.

Jangan bersedih, sebab kesedihan hanya akan membuat air yang segar terasa pahit, dan sekuntum bunga mawar yang indah tampak seperti sebongkok labu, taman yang rimbun tampak seperti gurun pasir yang gersang, dan kehidupan dunia menjadi penjara yang pengap.

Jangan bersedih, karena Anda masih memiliki dua mata, dua telinga, dua bibir, dua tangan dan dua kaki, lidah dan hati. Anda masih memiliki kedamaian, keamanan dan kesehatan.

Maka, nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. (QS. Ar-Rahman: 13)
Jangan bersedih, karena Anda masih memiliki agama yang Anda yakini, rumah yang Anda diami, nasi yang Anda makan, air yang Anda minum, pakaian yang Anda pakai, dan isteri tempat Anda berbagi rasa. Mengapa harus bersedih?

Dari Buku La Tahzan, Karya Aidh Al-Qarni

Senin, 03 Juni 2013

Moursi, Sang Khalifah itu!

Posted by Ardi Mytra, ST On Senin, Juni 03, 2013 No comments
DR. Sa'ad Abdul Halim membuat catatan tengang Presiden Moursi. Judul tulisannya adalah: Yaa Moursii, Thuubaa Lil-Ghurabaa (Wahai Moursi, berbahagialah wahai jiwa terasing)

Mana kolam renang yang dahulu katanya diperintahkan istri Presiden untuk dibangun di dalam istana Ittihadiyah? Tidak terbukti. Istri Presiden Moursi memilih hidup biasa, tidak pernah memposisikan sebagai ibu negara yang ikut campur urusan kenegaraan.


Tajammu' Al-Khamis yang selama era Mubarak menjadi camp militer yang menegangkan, hingga jalan raya yang selalu dilewati rezim Mubarak berubah menjadi benteng militer, dimana tak seorang pun boleh mendekati atau berfoto di dekatnya, bahkan sinyal Telpon seluler menjadi kacau. Kini berlaku seperti biasa, karena Moursi lebih memilih tinggal dan menempati flatnya yang ia sewa dengan uang sendiri.

Apakah ada anggota keluarga Presiden yang tinggal menempati istana kepresidenan dan menikmati hidup borju dengan fasilitas istana? Tak satupun ada, keluarga Moursi memilih hidup bersahaja, laksana warga negara biasa lainnya.
 

Apakah saudara-saudara kandung dan kerabat Moursi ada yang berubah status dari petani yang menempati rumah-rumah sederhana di kampung, apakah ada yang berubah menjadi direktur atau memimpin BUMN/BUMD atau menjadi calo-calo proyek?  Tak seorang pun dari saudara Moursi yang menikmati kesempatan itu. Malah putra Moursi ikut melamar pekerjaan di salah satu agency Egypt Air, dengan gaji hanya 1.5 juta rupiah.
 

Adakah ibu hamil yang melahirkan di kendaraan saat menuju ke rumah sakit atau orang yang meninggal dalam perjalanan ke RS, karena jalan ditutup oleh rombongan presiden Moursi yang mau lewat seperti lumrah terjadi di masa Mubarak? Belum pernah ada laporan dan pengaduan ini. Diyakini, tidak ada. Karena rombongan kepresidenan tidak terlalu banyak dengan Paspampres yang jumlahnya secukupnya.

Ingatkah kalian pada Amru Adib, yang harus menderita bertahun-tahun lamanya, hanya karena ia mengucapkan satu kata yang dirasa menyinggung putra Mubarak, Gamal. Satu tahun penuh ia mengiba hingga menjilat sepatu Shafwat Syarif, menteri penerangan Mubarak untuk melobi Mubarak memaafkannya? Justru Moursi tidak dan enggan menggunakan haknya sebagai Presiden atas caci maki, hinaan, pelecehan kaum sekuler-liberal dan muslim ambigu yang tidak pernah berhenti.
 

Moursi, satu-satunya Presiden yang memerintahkan untuk tidak memampangkan foto-foto dirinya di seluruh Mesir. Padahal beberapa kalangan, belum jadi apa-apa saja, fotonya sudah dipampang!!

Jika khalifah itu ada, bukankah sifat-sifat yang terbaik mereka adalah seperti itu? Lalu khalifah yang mana lagi yang kita inginkan? Selamanya demokrasi itu mubah. Sebagaimana khilafah adalah mubah. Bisa menjadi haram atau wajib tergantung siapa dan untuk apa! 


Jadi, masihkan kita mau tertipu, membiarkan era demokrasi dinikmati orang-orang berpikiran Yahudi-Nasrani yang enggan mengabdi ke masyarakat?  
Wallahu A'lam.

Nandang Burhanudin
**** 
sumber: islamedia.web.id

Selasa, 28 Mei 2013

Hidup Dengan Idealisme

Posted by Ardi Mytra, ST On Selasa, Mei 28, 2013 No comments

Sering kita mendengar kata idealis/idealisme, seperti 'dia terlalu idealis', sok 'idealis', by the way apa sih idealis/idealisme itu?

menurut saya idealisme adalah suatu standar kesempurnaan, Keunggulan, Keindahan, dan kebaikan yang menjadi tolok ukur setiap ucapan, tindakan, perbuatan dan prinsip hidup seseorang sehingga pada keadaan apapun orang tersebut tetap bertahan pada tolok ukur yang telah dia tentukan tanpa ada kata kompromi.

 Akan tetapi dalam memegang idealisme kita akan dibenturkan pada kenyataan dalam kehidupan. Seperti lingkungan, pekerjaan yang pasti kita temui. tidak ada yang mudah memang. apalagi jika idealisme kita bertentangan dengan keluarga. nah! kalau begini masih sanggupkah kita bertahan dalam idealisme kita tersebut? Jawabannya tergantung pribadi kita masing-masing.  

Dalam membentuk sikap idealisme, harus ada keyakinan dan rasa kepercayaan diri bahwa dengan hidup mengikuti idealisme kita, kita yakin bahwa apa yang akan kita dapatkan dikemudian hari akan sesuai dengan apa yang kita rencanakan sebelumnya, jika tidak, maka diri kita akan terjebak dalam situasi pragamatis dimana kepercayaan akan idealisme kita dapat tertawar oleh keadaan lingkungan sekitar kita, bukan hanya mempengaruhi sikap kita akan kepercayaan dan keyakinan, namun juga mempengaruhi akan hasil yang akan kita dapatkan dimasa yang akan datang. jadi kembali ke pertanyaan tadi, sanggupkah kita bertahan dalam idealisme kita?. jawabannya tergantung pada keyakinan dan kepercayaan diri kita terhadap standar yang kita buat tersebut.

 Sejarah telah mencatat banyak tokoh yang tetap memegang teguh idealismenya sekalipun nyawa taruhannya. sebagai contoh, sebagai seorang muslim saya mengambil contoh pertama, Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam. Pada saat Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam berdakwah, beliau selalu mendapat perlakuan tidak baik dari Abu Lahab dan kawan-kawan. Ejekan, hinaan, dan penganiayaan bahkan ancaman pembunuhan diterima Rasulullah dan pengikutnya. Namun, sedikit pun tidak melemahkan iman mereka. Tidak pula menyurutkan tekad dan semangatnya dalam menjalankan dakwahnya.

 Ada suatu ucapan dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam yang dengan tegas menolak mundur dari kebenaran yang diusungnya. 

“Meskipun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan ditangan kiriku, agar aku meninggalkan seruanku. Sungguh, sampai mati pun tidak akan kutinggalkan !”

ini hanya salah satu contoh keteguhan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam yang saya tuliskan, walau sebenarnya sangat banyak contoh keteguhan yang beliau buktikan dalam memegang standar kebenaran yang ditentukan Allah subhanahu wata'ala atas dirinya. Kesungguhan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menjalankan dakwah telah membuat musuhnya kalang kabut. Tetapi, menjadi batu magnet yang menarik setiap pengikutnya untuk tetap setia pada ajaran-Nya hingga akhirnya Islam menguasai kota Makkah yang menjadi basis lawannya ketika itu. 

contoh lain adalah Sayyid Qutbh, Ulama, da’i, serta para penyeru Islam yang mempersembahkan nyawanya di Jalan Allah, atas dasar ikhlash kepadaNya, sentiasa ditempatkan Allah sangat tinggi dan mulia di hati segenap manusia.

Di antara da’i dan penyeru Islam itu adalah Syuhada (insya Allah) Sayyid Qutb. Bahkan peristiwa eksekusi matinya yang dilakukan dengan cara digantung, memberikan kesan mendalam dan menggetarkan bagi siapa saja yang mengenal Beliau atau menyaksikan sikapnya yang teguh. Di antara mereka yang begitu tergetar dengan sosok mulia ini adalah dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi matinya (di tahun 1966).

Salah seorang polisi itu mengetengahkan kisahnya kepada kita:

Ada banyak peristiwa yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu peristiwa itu menghantam kami dan merubah total kehidupan kami.
Di penjara militer pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang-orang itu tiba, atasan kami menyampaikan bahwa orang-orang itu adalah para pengkhianat negara yang telah bekerja sama dengan agen Zionis Yahudi. Karena itu, dengan cara apapun kami harus bias mengorek rahasia dari mereka. Kami harus dapat membuat mereka membuka mulut dengan cara apapun, meski itu harus dengan menimpakan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu.

Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukan, itu sesuatu pemandangan harian yang biasa. Kami melaksanakan tugas itu dengan satu keyakinan kuat bahwa kami tengah melaksanakan tugas mulia: menyelamatkan negara dan melindungi masyarakat dari para “pengkhianat keji” yang telah bekerja sama dengan Yahudi hina.

Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami mengerti. Kami mempersaksikan para ‘pengkhianat’ ini sentiasa menjaga shalat mereka, bahkan sentiasa berusaha menjaga dengan teguh qiyamullail setiap malam, dalam keadaan apapun. Ketika ayunan pukulan dan cabikan cambuk memecahkan daging mereka, mereka tidak berhenti untuk mengingat Allah. Lisan mereka sentiasa berdzikir walau tengah menghadapi siksaan yang berat.

Beberapa di antara mereka berpulang menghadap Allah sementar ayunan cambuk tengah mendera tubuh mereka, atau ketika sekawanan anjing lapar merobek daging punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut dengan senyum di bibir, dan lisan yang selalu basah mengingat nama Allah.

Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang-orang ini adalah sekawanan ‘penjahat keji’ dan ‘pengkhianat’? Bagaimana mungkin orang-orang yang teguh dalam menjalankan perintah agamanya adalah orang yang berkolaborasi dengan musuh Allah?

Maka kami, aku dan temanku yang sama-sama bertugas di kepolisian ini, secara rahasia menyepakati, untuk sedapat mungkin berusaha tidak menyakiti orang-orang ini, serta memberikan mereka bantuan apa saja yang dapat kami lakukan. Dengan ijin Allah, tugas saya di penjara militer tersebut tidak berlangsung lama. Penugasan kami yang terakhir di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya dipenjara seseorang. Kami diberi tahu bahwa orang ini adalah yang paling berbahaya dari kumpulan ‘pengkhianat’ itu. Orang ini adalah pemimpin dan perencana seluruh makar jahat mereka. Namanya Sayyid Qutb.

Orang ini agaknya telah mengalami siksaan sangat berat hingga ia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka harus menyeretnya ke Pengadilan Militer ketika ia akan disidangkan. Suatu malam, keputusan telah sampai untuknya, ia harus dieksekusi mati dengan cara digantung.

Malam itu seorang sheikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah, sebelum dieksekusi.

(Sheikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah…”. Sayyid Qutb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Sheikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat Laa ilaha illa Allah, sementara engkau mencari makan dengan Laa ilaha illa Allah”. Pent)
Dini hari esoknya, kami, aku dan temanku, menuntun dan tangannya dan membawanya ke sebuah mobil tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil penjara itu berangkat ke tempat eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentara bersenjata lengkap.

Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan senjata siap. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara eksekutor mengalungkan tali gantung ke leher Beliau dan para tahanan lain. Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap menunggu perintah eksekusi.

Di tengah suasana ‘maut’ yang begitu mencekam dan menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing-masing saling bertausiyah kepada saudaranya, untuk tetap tsabat dan shabr, serta menyampaikan kabar gembira, saling berjanji untuk bertemu di Surga, bersama dengan Rasulullah tercinta dan para Shahabat. Tausiyah ini kemudian diakhiri dengan pekikan, “ALLAHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD!” Aku tergetar mendengarnya.

Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang ruangan dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan tergesa-gesa sembari memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda.

Perwira tinggi itu mendekati Sayyid Qutb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan tutup mata dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bibir bergetar, “Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera menghadap Anda, dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita yang sangat pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga Anda dan seluruh teman-teman Anda akan diampuni”.

Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan sebuah notes kecil dari saku bajunya dan sebuah pulpen, lalu berkata, “Tulislah Saudaraku, satu kalimat saja… Aku bersalah dan aku minta maaf…”

(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Qutb dipenjara, lalu datanglah saudarinya Aminah Qutb sembari membawa pesan dari rejim thowaghit Mesir, meminta agar Sayyid Qutb sekedar mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada Presiden Jamal Abdul Naser, maka ia akan diampuni. Sayyid Qutb mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang sentiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalatnya, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rejim thowaghit…”. Pent)

Sayyid Qutb menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa Beliau berkata, 

“Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan Akhirat yang abadi”.

Perwira itu berkata, dengan nada suara bergetar karena rasa sedih yang mencekam, “Tetapi Sayyid, itu artinya kematian…”

Ustadz Sayyid Qutb berkata tenang, “Selamat datang kematian di Jalan Allah… Sungguh Allah Maha Besar!”

Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda eksekusi untuk dilanjutkan.

Segera, para eksekutor akan menekan tuas, dan tubuh Sayyid Qutb beserta kawan-kawannya akan menggantung. Lisan semua mereka yang akan menjalani eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan untuk selama-lamanya… Mereka mengucapkan, “Laa ilaha illah Allah, Muhammad Rasulullah…”

Sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada Allah, dan berusaha menjadi hambaNya yang sholeh. Aku sentiasa berdoa kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga diriku di dalam iman hingga akhir hayatku. Begitulah kisah sang sayyid Qutb.

Contoh Idealisme yang cukup terkenal beberapa dekade terakhir adalah :
Tan Malaka yang terkenal dengan ungkapannya "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang pemuda punya". Soe hok gie yang terkenal dengan ungkapannya "Lebih baik diasingkan daripada mati dalam kemunafikan". kemudian, Pramoedya Ananta Toer yang terkenal dengan ungkapannya, "Berbahagialah mereka yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalaman nya sendiri."

Itulah segelumit tentang Idealisme. Sekarang pertanyaannya BAGAIMANA DENGAN KITA?..., sudah cukup idealis kah?

Beritakan Islam Dengan Hikmah

Posted by Ardi Mytra, ST On Selasa, Mei 28, 2013 No comments
“ Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan Hikmah  dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:125)
 
Di sudut pasar kota Madinah ada seorang pengemis buta yang setiap hari selalu berkata kepada orang yang mendekatinya,” Wahai Saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya”.

Meskipun demikian, setiap pagi Rasulullah Muhammad Shalallahu’alahi wa Sallam selalu mendatanginya dengan membawakan makanan untuknya, dan tanpa berucap sepatah katapun Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu. Pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya adalah Rasulullah dan tetap saja dia mencaci maki beliau dihadapannya.


Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam melakukan hal tersebut setiap hari sampai beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan dan menyuapinya disetiap pagi kepada pengemis itu.

Hingga suatu hari, sahabat terdekat Rasulullah yaitu Abu Bakar Radhiallahu’anhu berkunjung kerumah anaknya Aisyah Radhiallahu’anha yang juga merupakan istri Rasulullah dan bertanya,” Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?”. Aisyah menjawab,” Wahai ayah, engkau adalah seoarang ahli sunnah dan hampir tidak ada kebiasaan Rasulullah yang belum ayah lakukan kecuali satu saja”. “Apa itu?”,Tanya Abu Bakar.” Setiap pagi Rasulullah berkunjung kepasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis buta yang ada disana”, Kata Aisyah.

Keesokan harinya Abu Bakar Radhiallahu’anhu pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu.  Abu bakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik,” Siapa kamu?”. Abu Bakar menjawab,”Aku orang yang biasa.” “ Bukan! Kamu bukan orang yang biasa mendatangiku”, Bantah si pengemis buta itu. “ Apabila ia datang tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan kepadaku”, pengemis itu melanjutkan perkataanya.

 Abu Bakar Radhiallahu’anhu tidak dapat dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis tadi,” Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam.”

Seketika itu juga sang pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abu Bakar dan berkata,” Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memakinya, memfitnahnya dan ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.”

Pengemis itupun akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar Radhiallahu’anhu dan sejak saat itu pula dia menjadi muslim.

Rabu, 22 Mei 2013

menunggu mentari

Posted by Ardi Mytra, ST On Rabu, Mei 22, 2013 No comments

kemanakah hilangnya mentari sepanjang hari ini?
Sungguh ku merindukannya dalam sinergi detak jantungku...

sekedar berpesan pun ia enggan...
ku tunggu dan ku tunggu tak jua ia muncul dari peraduannya...
menggebu hatiku menggebu..... dalam gejolak rindu tak terperi....

Bandar Lampung, 11 April 2013

Rabu, 27 Februari 2013

Harga Diri

Posted by Ardi Mytra, ST On Rabu, Februari 27, 2013 No comments
Lelaki buta itu menenteng es cendol yang digantung berjejer di sebilah kayu di pundaknya. Ada sekitar 8 bungkus es cendol yang ia bawa, sesaat kemudian ia berhenti karena ada seorang wanita yang ingin membeli dagangannya, sebelum berhenti ia sempat menabrak sebuah mobil yang sedang parkir di depannya, yang tentunya tidak dia lihat, tapi untung dia tidak apa-apa hanya sedikit ada gerakan reflek untuk mengimbangi badannya. 

Jika dihitung-hitung penghasilan lelaki buta mungkin tidak seberapa, taroklah harga es cendol 3000 rupiah, berarti uang yang ia kumpulkan dari 8 bungkus es cendol cuma 24.000 rupiah didalamnya termasuk modal membuat es cendol itu pun kalau laku semua. Walau demikian lelaki itu sangat mengahargai dirinya dengan tidak memint-minta.  Dia sangat menghargai dirinya dengan tidak menjadikan kebutaannya sebagai alasan untuk mengiba belas kasihan orang lain

Di lain waktu aku sering melihat orang dengan tubuh yang masih kuat dan lengkap lebih merendahkan harga dirinya dengan meminta-minta. Pernah suatu pagi didepan kiosku ada seorang laki-laki buta dan seorang ibu-ibu mungkin suami isteri. keduanya mungkin umurnya belum separuh baya datang dengan ucapan "assalamu'alaikum" sembari menyodorkan tangan laki-laki yang buta dan aku jawab salamnya sembari memberikan selembar uang 1.000 rupiah. jika dilihat pengahasilan dua orang ini mungkin sudah lumayan, karena jam sudah sekitar jam 10-an, dan hal itu terbukti karena aku kehabisan uang seribuan sebagai kembalian uang orang yang berbelanja di kiosku nanti. Aku menukar uang ribuan sebanyak 50.000 rupiah dan ternyata lelaki dan perempuan itu punya uang lembaran seribu sebanyak itu dan ternyata di dalam uncang yang dibawanya masih banyak uang, mungkin uang seribuan, gopek'an atau mungkin puluhan ribu, jika dibandingkan penghasilanku dari pagi sampai jam 10 WIB belumlah sampai sebanyak itu (50.000 rupiah). tapi begitulah mereka merendahkan diri mereka dengan mengiba dan memohon belas kasihan orang lain.

Mungkin karena inilah profesi mengemis bagi sebagian orang lebih diminati daripada profesi-profesi lainnya, karena cukup hanya dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat, dia bisa mendapatkan sejumlah uang yang cukup banyak tanpa harus bersusah payah. Naudzubillah.





Selasa, 26 Februari 2013

Jenuh

Posted by Ardi Mytra, ST On Selasa, Februari 26, 2013 1 comment

ketika kejenuhan menerpa segala sesuatu menjadi tidak enak untuk dilakukan. Emosi tak menentu, semuanya serba tak jelas. Hal-hal sepele bisa memancing kemarahan. Hari terasa begitu panjang. Maunya apa? juga tidak jelas. dibawa tidur gak bisa, coba ngeblog juga buntu, pokoknya udah buntu banget deh.... ya seperti itulah ketidaktentuan memenuhi hari-hari jenuh. hal itulah yang dirasakan jiwaku sekarang, mau curhat? sama siapa? sama Allah? Pastinya....

Pengen deh kabur dari tempat ini, pekerjaan ini, aktifitas ini, pemandangan ini, nuansa ini, kehidupan ini (jangan deh .. mati donk..) semua serba ini tidak ada yang itu. ya... benar inilah penyebabnya kegiatan monoton setiap hari tanpa dinamika yang jelas seakan memuakkan jiwa kita yang senantiasa beronta ingin bebas berekspresi. inilah salah satu bukti perbedaan itu indah.... (masuk gak ya?). Aktifitas yang perbeda, nuansa yang penuh warna pasti lebih menggairahkan hidup. Caranya? ada yang tau?

Teringat pesan seorang Ikhwah junior dikampus dulu Akhi Satrimansyah, mungkin ini bisa menjadi solusi, apa kata beliau... "kalau bantuak itu babini lah lai bang..." ada benarnya juga sih, maunya juga begitu sih. Tapi kalau jodoh memang belum datang harus gimana lagi? sudah berusaha? sudah... proposal dah lama tuh... PL aja kali ya?..